Selasa, 03 Mei 2011

Behind the stories of The Nightingale

Buku yang berjudul The Nightingale ini harusnya terbit bersamaan dengan buku ke 2 ( Apa yang kau cari?). Jadi mestinya ada buku 2a dan buku 2b. Dan mestinya terbitnya bersamaan. Tapi… karena banyak faktor yang menghalangi,akhirnya buku yang merupakan pembelotan dari image Fre selama ini yang lekat banget dengan bidang-bidang rohani,buku The Nightingale ini terbit juga pada akhirnya. Meski telat dari perkiraan sebelumnya. Isi dari The Nightingale ini adalah hasil tulisan saya pas ngetik dan sebagian dari blog saya. Ada prosa dan cerita pendek.

Perubahan konsep dan pengeditan di sana sini ternyata membuat jadwal The Nightingale molor hampir 7 bulan!
Sesuai dengan konsep yang di usung yaitu tentang prosa dan cerita pendek fiksi,saya juga menyertakan gambar hunting saya yang udah mengalami potong sana sini di dalamnya. Tapi ternyata kurang touching. Akhirnya di putuskan untuk di ambil gambar ilustrasi dan sebagian juga foto dalam konsep black and white. Dan sisanya di buat berwarna. Untuk menciptakan konsep yang tidak monoton.

Cukup lumayan juga mencari partner yang sip,berjiwa muda,dan bebas. Apalagi saya perlu sebagian gambar tersebut adalah semi animasi dan skets. Akhirnya dan akhirnya,saya ketemu juga dengan teman kantor kakak yang lulusan Design Graphis,Jois,si JoJo dia di panggil.

Dan jadilah proyek bersama saya dan JoJo yang katanya juga suka baca buku saya (ehem)
The Nightingale di pilih untuk menjadi judul buku ini karena The Nightingale itu merupakan perwakilan dari kemerduan di waktu malam yang pekat,kelincahan,kebebasan,tidak kesepian. Burung Nightingale sendiri burung yang bersuara sangat merdu dan hadirnya pada waktu malam. Burung Nightingale banyak di kagumi orang karena suaranya yang merdu.

Buku saya ini merupakan cerita dan inspirasi dari perbagai hal yang terjadi di sekeliling saya. Sebagian saya tulis saat saya sedang singgah di sebuah kota,di kampung halaman saya atau pas lagi di mobil. Buku ini adalah perwujudan dari kebebasan konsep antara cerita,prosa dan backdraw yang mendukungnya. The Nightingale adalah penggabungan dari kebebasan yang tidak liar,kelincahan imagenya,dan semoga menjadi nyanyian yang merdu bagi yang membacanya dan melihatnya..



Sidoarjo,Oktober,28,2010

Jumat, 22 Oktober 2010

fredericka m hendiana widowati: jogjakarta,2009

fredericka m hendiana widowati: jogjakarta,2009

Senin..


 .…..Orang bilang cinta itu buta….
…....Orang bilang jatuh cinta itu sakit…

Di depan meja ini,di kafe ini,tepat 2 tahun silam kita bertemu dan saling mengagumi dengan apa yang di sajikan kafe itu. Menu andalan tiap hari senin. Secangkir moccacino panas. Entah mengapa rasanya membuat moodku menjadi baik dan menciptakan kenyamanan yang tak ku dapatkan dari aneka keduniawian lainnya. Bukan hp I phone, note book Mac Apple, I pod shuffle,emas putih,adidas keluaran 2 tahun sekali,tas tenis Reebok yang katanya cuma di miliki Andre Agassi dan Anna Kournikova..dan entah benda-benda lainnya yang tak bisa ku bandingkan dengan 30 menit menikmati secangkir moccacino panas tiap senin bersamamu.
Sebuah tawa dari seseorang sepertimu. Yang tidak punya jam tangan,kemeja yang sangat kusam karena kau bilang kau mencucinya tiap hari. Jaket kumal yang kau suka baunya. Dan sandal gunung yang sangat kau banggakan karna menemanimu melanglang buana. Dan satu lagi tatapan hangatmu. Entah mengapa aku menyukai semua itu. Seakan dunia senin adalah milikku bersamamu meski aku tak tau apakah kau juga merasa begitu. Aku tak peduli. Karena aku memang tak mau. Memikirkan hal itu hanya membuat kerutan di wajahku bertambah,aku hanya ingin menghujani seninku dengan bau kopi moccacino panas itu. Dan membungkus arti ‘I hate Monday’ dengan sejuta tatapanmu dan senyummu padaku. Sungguh aku tak menyesali kehidupanku sama sekali!
Mungkin ketololanku karna aku memang buta. Orang bilang perasaan seringkali membutakan logika. Dan sering pula perasaan membuat hati menjadi luka.
Mungkin memang benar.
Tapi sekali lagi aku tak peduli. Karena aku memang sungguh tak mau,untuk peduli.
Hanya secangkir moccacino panas,senyumanmu,dan tatapanmu. Cuma 3 hal itu yang akan menjungkir balikkan nightmareku di hari senin.
Aku selalu menikmati tiap tegukanku bersama moccacino panasku. Seringkali aku berdoa andai 30 menit terhenti,dan semua menjadi mati. Hanya ada kau dan aku. Kita menikmati secangkir kopi favorit itu sepuasnya.
Aku memang telah buta.
Tapi aku bisa melihat kesempurnaan saat kita bersama. Aku tidak buta.
Dan jatuh.
Yah..yah..orang bilang bila jatuh akan sakit.
Tapi aku tak peduli. Bagiku jatuh ku kali ini adalah jatuh yang harus di nikmati. Aku memang tak mau peduli. Sangat tidak mau.
Dan lagi-lagi orang bilang,untuk menyuruhku berhati-hati bila kau buta,karna kau akan jatuh berkali-kali dan kau butuh alat dan pembantu untuk menuntun langkahmu. Dan itu memang benar.
Kau,dan moccacino panas itu telah menghempaskan aku pada satu titik sepi yang meringkus keramaian hatiku menjadi bisu.
Aku bisu.
Aku tuli.
Aku buta.
Dan kali ini tepat 2 tahun,aku menikmati rasa moccacino itu menjadi hambar dan aneh. Dan menu senin itu tak beda dengan menambah mimpi burukku pada hari senin.
Ternyata memang aku buta. Bukan moccacino. Tapi kamu.
Dan ternyata aku tuli. Bukan omongan orang,tapi cuma omonganmu.
Dan ternyata aku bisu,bukan balas berkata,tapi cuma mendengarkanmu.
Karna memang cuma itu yang aku tau,sudah cukup bagiku.
Senin,2 tahun yang lalu. Aku sendiri,di depan meja no satu dekat pintu. Dengan secangkir kopi panas moccacino,dengan sebuah pesan kecil darimu yang kau kirimkan via pos ke rumahku,
‘seninmu akan kembali di temani secangkir moccacino panas,tapi tanpaku. Karna aku harus pergi…’
Aku tak menyangka ini awal yang memelekkanku,sekaligus akhir kebutaanku,
Orang bilang cinta itu buta.
Dan aku
…telah buta karenanya..
Dan kebutaanku sangat fatal. Tak ada yang menuntunku atau ada alat bantu yang membantuku berjalan. Aku telah jatuh dan sangat sakit. Dan terluka parah.
Kebutaanku permanen. Kemelek anku telah kau ambil saat kau mengirimkan pesan terkutuk itu. Meski mata fisikku masih bisa mengawasi racikan barrista meramu kopi kesayangan kita,namun mata dalam hatiku menjadi buta sama sekali,karna rasa kopi itu telah berubah menjadi sangat aneh. Aku tak bisa membaui nikmatnya aroma panas kopi kecoklatan itu.
Sungguh aku tak suka mataku kali ini. Aku ingin buta bersamamu. Bukan buta seperti ini…
….kopi itu menjadi dingin,
….bukan meja no 1 dekat pintu
Malam itu sangat dingin,aku tak mau moccacino panas itu lagi…


Kafe in my hometown,2010

Aku.Kamu.


Memang bukan mauku untuk berjalan di jalurku tanpamu. Karna ku tau kau tau itu. Tapi jalan selalu ada ujungnya,meski ku lupa di mana pangkalnya.
Tapi aku harus mau,meski aku sungguh tak mau.
Karena  hidup adalah cair. Dan waktu terus mengalir. Cinta adalah sebuah air yang mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Dia harus mengalir,atau mati.
Aku tak jago dalam merangkai kata pembukaan yang harus di akhiri dengan kata penutup yang berpadu padan dan membuat mu manggut-manggut. Justru kebisuan lah satu-satunya kejujuran yang ada. Di mana indra menjadi buta dan hanya rasa yang bicara.
Aku tau aku akan tersesat  di jalan itu. Aku akan kehilangan petunjuk ku. Dan aku akan dengan gusar mencari bintang selatan,mercusuar atau kompas yang akan menjadi petunjukku. Tapi ini adalah pilihan. Kau bilang pahit adalah pilihan bukan?
Kembali ku lewati pagi kembali. Tapi tanpa kopi coklat pekat  dan selapis roti selai coklat.
Sepi.
Sunyi.
Mungkin ini adalah perpisahan paling sepi yang pernah aku dan kamu rasakan.
Tak ada gerakan apapun. Tak ada suara.
Bisu.
Bukankah kata tercipta untuk menipu?
Dan saat indra menjadi buta,kejujuran adalah sebuah kebisuan yangi punya ruang di hati untuk berani dan bersuara paling lantang.
Dan itulah kita.
Kau dan Aku.
Yang tak lagi jadi kita.
Hanya aku,
Hanya kamu.

( a little note for a friend who makes me blind but see what I cant saw for awhile)


Sidoarjo,2009